Alfi M Muhamad

Jalan-Lihat-Cerita-Tulis-Baca

Pisang Plenet

Pisang Plenet

Pisang planet, berasal dari kata ‘’plenet’’ dalam bahasa Jawa yang artinya memencet atau memipihkan. Dari sanalah nama pisang planet yang njawani ini berasal. Asal namanya tak lepas dari proses pembuatan yang cukup sederhana, yakni dengan cara memencet atau memipihkan pisang kemudian dibakar.

Proses membuatnya pun punya kekhasan tersendiri. Pisang yang digunakan bukan sembarang pisang. Untuk menjamin kualitas dan cita rasa planet dengan cara memilih pisang kapok yang benar-benar matang dari pohon agar tidak lembek dan mudah dipipihkan. Rasanya dijamin akan lebih manis alami dan legit

Pisang sebelum dipipihkan dengan menggunakan alat khusus dari dua papan kayu pipih hingga gepeng dan tipis berbentuk bundar, pisang kapok harus dibakar terlebih dulu di atas arang hingga setengah matang.

Kemudian pisang yang sudah pipih diolesi mentega dan dibakar lagi sampai matang dan agak gosong. Sebelum siap dihidangkan dengan alas daun pisang, pisang planet diberi taburan aneka rasa pilihan buatan sendiri yang ditawarkan, yaitu: cokelat, mentega gula bubuk dan selai nanas.

Salah satu gerai penjualan pisang plenet, bisa dijumpai di gerobak pisang planet Pak Turdi yang biasa mangkal di Jl Pemuda, tepatnya di trotoar jalan depan Pasaraya Sri Ratu Semarang. Pak Turdi, satu dari sejumlah pedagang pisang planet yang berjualan sejak setengah abad yang lalu dan masih bertahan hingga kini.‘’Ini resep keluarga, sudah turun temurun. Anak saya berjualan disini kalau siang. Bergantian dengan saya,’’ kata Pak Turdi.

Pisang Plenet

Meski camilan manis ini tidak lagi banyak diminati seiring dengan menjamurnya camilan lain, jajanan khas dan kreasi resep turun temurun dari keluarga Pak Turdi masih tetap dicari. Bahkan ketika musim liburan, pisang planet Pak Turdi laris manis dan menjadi jujugan para pecinta kuliner. Khususnya bagi mereka yang berada di luar kota. ‘’Hingga saat ini masih banyak pembeli. Bahkan ada pelanggan dari Jakarta yang sering pesan hingga 200 biji untuk oleh-oleh,’’ imbuh Bu Marni, istri Pak Turdi.

Cukup dengan Rp 2.500 perbijinya, Anda bisa mencicipi kuliner satu ini. Selain di Jl. Pemuda makanan dengan nama unik ini bisa ditemui di malam hari di Jl. Gajah Mada dan kompleks Semawis.

Tinggalkan komentar